Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah Ar Rabbani
Terbangun dalam mimpi
Setiap hamba di dunia ini akan mengakui segala keterbatasan dan kelemahan dirinya, paling tidak jika ia telah bertemu jalan “buntu” dunia ini. Segala sesuatu yang dibanggakannya tidak berkutik lagi ketika berhadapan dengan dinding takdir, dan segala yang diburu “nilai dan harga” akan menjadi barang rongsokan yang tidak menggigit lagi. Begitu mudah bagi Allah SWT untuk mempertontonkan kebesaran-Nya, hingga sesuatu yang didewakan, dalam hitungan menit menjadi barang tak ada arti.
Saudaraku, bagi Allah SWT hanyalah kita sesuatu yang berharga dihadapan-Nya, bahkan segala sesuatu yang diciptakan merupakan fasilitas kenyaman untuk kita dalam kehidupan ini. Tidak sebutir debu pun yang Allah SWT ciptakan yang tidak bermanfaat bagi kita, dan tidak satupun ciptaan-Nya menjadi sia-sia tak ada manfaat bagi manusia.
Suatu hal aneh sebenarnya, bila kita mau berfikir, kenapa matahari sebegitu besar berada pada posisi dan jaraknya yang tepat untuk menerangi bumi. Dan mengapa bumi yang hanya satu di antara jutaan bintang, yang memiliki komposisi tepat untuk dapat dihuni makhluk hidup, hingga udaranyapun memiliki kadar oksigen yang tepat untuk dihirupi. Begitu rapi dan indah kerja “tangan-Nya”.
Saudaraku, semua yang ada, semua yang duduk pada posisinya, dan semua yang bergerak pada garisnya masing-masing, hanya memiliki pada satu tujuan, seakan-akan dari partikel-partikel yang terkecil hingga matahari yang terbesar tertuju pada “matanya” kepada satu makhluk, yakni kita.
Saudaraku, kita adalah destinasi bagi alam semesta ini, dan Allah SWT merupakan destinasi diri kita, segala sesuatu datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Tidak hidup, mati dan ibadah kita untuk Allah SWT, namun bukan berarti Allah SWT butuh eksistensi hamba-Nya, malah sebaliknya hamba selalu butuh Allah SWT, hingga ia haus untuk merasakan eksistensi Allah, walau hanya dalam rasa. Karena kepuasan hati tak akan pernah ada bila tak bersentuhan dengan Tuhannya. Dan jika kepuasan hati hilang dari dada si hamba, maka bersiaplah ia terbangun dari pada dunia ini, lalu menjalani kenyataan yang lebih buruk dari segala mimpi terburuknya.
Saudaraku, waktu serta perangkat dunia yang Allah SWT sediakan, bukan alat pijat pelepas lelah atau mainan untuk membuai jiwa kita, tapi hadir sebagai perangkat atau program latihan diri, menempah hati dan jiwa menjadi “dewasa” di hadapan Allah SWT. Berfikir tidak sebatas materi, tapi jauh menjangkau waktu dan ruang, serta hidupkan kesadaran sejati dengan merubah wajah dunia ini menjadi sekedar mimpi dan bunga tidur, yang kelak Tuhan akan bangunkan kita di alam “yang sebenarnya “ bersama diri-Nya.
Ya... Allah... Ya Rahman.. Ya Rohim.., peliharalah kami dalam tempat-Mu dan dekatkan kami kepada apa-apa yang Engkau cintai, serta dampingilah kami dengan hikmah-hikmah pengetahuan-Mu, agar kami menjadi orang-orang yang tersadar sebelum kami terbangun dalam mimpi yang Engkau ciptakan ini... Ya Allah wahai zat yang Maha Tinggi.
Terbangun dalam mimpi
Setiap hamba di dunia ini akan mengakui segala keterbatasan dan kelemahan dirinya, paling tidak jika ia telah bertemu jalan “buntu” dunia ini. Segala sesuatu yang dibanggakannya tidak berkutik lagi ketika berhadapan dengan dinding takdir, dan segala yang diburu “nilai dan harga” akan menjadi barang rongsokan yang tidak menggigit lagi. Begitu mudah bagi Allah SWT untuk mempertontonkan kebesaran-Nya, hingga sesuatu yang didewakan, dalam hitungan menit menjadi barang tak ada arti.
Saudaraku, bagi Allah SWT hanyalah kita sesuatu yang berharga dihadapan-Nya, bahkan segala sesuatu yang diciptakan merupakan fasilitas kenyaman untuk kita dalam kehidupan ini. Tidak sebutir debu pun yang Allah SWT ciptakan yang tidak bermanfaat bagi kita, dan tidak satupun ciptaan-Nya menjadi sia-sia tak ada manfaat bagi manusia.
Suatu hal aneh sebenarnya, bila kita mau berfikir, kenapa matahari sebegitu besar berada pada posisi dan jaraknya yang tepat untuk menerangi bumi. Dan mengapa bumi yang hanya satu di antara jutaan bintang, yang memiliki komposisi tepat untuk dapat dihuni makhluk hidup, hingga udaranyapun memiliki kadar oksigen yang tepat untuk dihirupi. Begitu rapi dan indah kerja “tangan-Nya”.
Saudaraku, semua yang ada, semua yang duduk pada posisinya, dan semua yang bergerak pada garisnya masing-masing, hanya memiliki pada satu tujuan, seakan-akan dari partikel-partikel yang terkecil hingga matahari yang terbesar tertuju pada “matanya” kepada satu makhluk, yakni kita.
Saudaraku, kita adalah destinasi bagi alam semesta ini, dan Allah SWT merupakan destinasi diri kita, segala sesuatu datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Tidak hidup, mati dan ibadah kita untuk Allah SWT, namun bukan berarti Allah SWT butuh eksistensi hamba-Nya, malah sebaliknya hamba selalu butuh Allah SWT, hingga ia haus untuk merasakan eksistensi Allah, walau hanya dalam rasa. Karena kepuasan hati tak akan pernah ada bila tak bersentuhan dengan Tuhannya. Dan jika kepuasan hati hilang dari dada si hamba, maka bersiaplah ia terbangun dari pada dunia ini, lalu menjalani kenyataan yang lebih buruk dari segala mimpi terburuknya.
Saudaraku, waktu serta perangkat dunia yang Allah SWT sediakan, bukan alat pijat pelepas lelah atau mainan untuk membuai jiwa kita, tapi hadir sebagai perangkat atau program latihan diri, menempah hati dan jiwa menjadi “dewasa” di hadapan Allah SWT. Berfikir tidak sebatas materi, tapi jauh menjangkau waktu dan ruang, serta hidupkan kesadaran sejati dengan merubah wajah dunia ini menjadi sekedar mimpi dan bunga tidur, yang kelak Tuhan akan bangunkan kita di alam “yang sebenarnya “ bersama diri-Nya.
Ya... Allah... Ya Rahman.. Ya Rohim.., peliharalah kami dalam tempat-Mu dan dekatkan kami kepada apa-apa yang Engkau cintai, serta dampingilah kami dengan hikmah-hikmah pengetahuan-Mu, agar kami menjadi orang-orang yang tersadar sebelum kami terbangun dalam mimpi yang Engkau ciptakan ini... Ya Allah wahai zat yang Maha Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar